Kamis, 19 Juni 2014

Arti Lambang Agam

1.      Lambang berbentuk perisai segi lima dengan warna dasar merah

2.      Bagian atas dari lambang dengan warna dasar kuning, AGAM dengan tulisan warna hitam. Penjelasan :
Lambang daerah berbentuk perisai adalah penggambaran kekuatan dan pertahanan membela kepentingan Daerah dan Negara.
Tulisan AGAM menggambarkan Daerah Kabupaten Agam.
    

3.      Bintang sudut lima dengan warna kuning.

4.      Dua bilah keris bersilang, (sebilah terhunus, sebilah lagi dalam sarung) masing-masing     dengan hulu berwarna kuning bintik-bintik hitam, yang terhunus berwarna putih, tepi hitam dan     sarung warna kuning bintik-bintik hitam.

Penjelasan :

Bintang sudut lima dengan warna kuning menggambarkan dasar negara PANCASILA.
Dua bilah keris menggambarkan kekuasaan yang menghukum secara adil.

5.      Setangkai padi dengan butiran sejumlah 17 (tujuh belas) dalam warna kuning tepi hitam.

6.      Buah kapas sebanyak 8 (delapan) dengan warna putih tepi hitam.

Penjelasan :
Padi dan kapas masing-masing 17 dan 8 menggambarkan tujuan kemakmuran, yang sekaligus mengingatkan kepada detik-detik bersejarah 17 Agustus. 
 

7.      Balai adat dengan warna hitam

8.      Mesjid dengan warna putih.

Penjelasan :
Balai Adat sebagai tempat musyawarah, penggambaran wajah demokrasi di Minangkabau.
Mesjid, pelambang kepercayaan masyarakat.
 

9.      Harimau campo dalam keadaaan duduk dengan warna kuning bintik-bintik hitam dan merah

10.  Tiga buah gunung dengan warna hitam 

11.  Satu riak dan satu gelombang dengan warna putih.

Penjelasan :
Harimau melambangkan sifat-sifat kewaspadaan masyarakat, sesuai dengan historis Daerah Kabupaten Agam.
Air dan Gunung, merupakan sumber-sumber kemakmuran masyarakat.
Satu riak dan satu gelombang penggambaran dua sumber air sebagai sumber kemakmuran masyarakat yakni air tawar dan air asin.

12.  Semboyan dengan tulisan "TALI TIGO SAPILIN" dengan warna hitam atas dasar kuning.

Penjelasan :
"TALI TIGO SAPILIN", penggambaran jalinan yang teguh antara Adat, Agama dan Pemerintah.


Sumber : Kemendagri

sejarah bukittingi 2 ( Sejarah Agam )

Kabupaten Agam mempunyai sejarah yang panjang dan komplit, baik di bidang Pemerintahan maupun di bidang adat istiadat. Diawali dari Kerajaan Minangkabau pada pertengahan abad ke-17, dimana rakyat Minangkabau telah memanggul senjata untuk berontak melawan penjajahan Belanda. 

Pemerintahan Minangkabau yang disebut Ranah Minang, dimana Kabupaten Agam tempo dulu, selain Sumatera Barat juga termasuk daerah Limo Koto Kampar( Bangkinang ) yang sekarang termasuk Propinsi Riau, Daerah Kabupaten Kerinci( Sungai Penuh ) sekarang termasuk Propinsi Jambi dan sebagian daerah Tapanuli Seatan( Koto Napan ) yang sekarang secara administrasi berada di Propinsi Sumatera Utara

Pemerintah adat mencakup Luhak dan Rantau, dimana Pemerintah wilayah Luhak terdiri dari Luhak Tanah Datar, Luhak Lima Puluah dan Luhak Agam. 

Komisariat Pemerintahan Republik Indonesia di Sumatera yang berkedudukan di Bukittinggi menegeluarkan peraturan tentang pembentukan daerah Otonom Kabupaten di Sumatera Tengah yang terdiri dari 11 Kabupaten yang salah satunya Kabupaten Singgalang Pasaman dengan ibukotanya Bukittinggi yang meliputi kewedanaan Agam Tuo, Padang Panjang, Maninjau, Lubuk Sikaping dan Kewedanan Talu( kecuali Nagari Tiku, Sasak dan Katiagan ).  

Dalam masa Pemerintahan Belanda, Luhak Agam dirubah statusnya menjadi Afdeling Agam yang terdiri dari Onder Afdeling Distrik Agam Tuo, Onder Afdeling Distrik Maninjau dan Onder Afdeling Distrik Talu. 

Pada permulaan Kemerdekaan RI tahun 1945 bekas daerah Afdeling Agam dirubah menjadi Kabupaten Agam yang terdiri dari tiga kewedanaan, masing-masing Kewedanaan Agam Tuo, Kewedanaan Maninjau dan Kewedanaan Talu 

Dengan Surat Keputusan Gubernur Militer Sumatera Tengah No. 171 tahun 1949, daerah Kabupaten Agam diperkecil dimana Kewedanaan Talu dimasukkan ke dareah Kabupaten Pasaman, sedangkan beberapa nagari di sekitar Kota Bukittinggi dialihkan ke dalam lingkungan administrasi Kotamadya Bukittinggi. 

Keputusan Gubernur Militer Sumatera Tengah tersebut dikukuhkan dengan Undang-undang No. 12 tahun 1956 tentang pembentukan Daerah Tingakt II dlam lingkungan Propinsi Sumatera Tengah, sehingga daerah ini menjadi Daerah Tingakt II Kabupaten Agam


Pada tanggal 19 Juli 1993 secara de facto, ibukota Kabupaten Agam telah berada di Lubuk Basung yang dikuatkan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Republik Indoensia( PP Nomor 8 Tahun 1998 ).

Sumber : dari Kemendagri

Jumat, 13 Juni 2014

Sejarah Bulittinggi 1

Kota Bukittinggi semula merupakan pasar (pekan) bagi masyarakat Agam Tuo. Kemudian setelah kedatangan Belanda, kota ini menjadi kubu pertahanan mereka untuk melawan Kaum Padri. Pada tahun 1825, Belanda mendirikan benteng di salah satu bukit yang terdapat di dalam kota ini. Tempat ini dikenal sebagai benteng Fort de Kock, sekaligus menjadi tempat peristirahatan opsir-opsir Belanda yang berada di wilayah jajahannya. Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, kawasan ini selalu ditingkatkan perannya dalam ketatanegaraan yang kemudian berkembang menjadi sebuah stadsgemeente (kota), dan juga berfungsi sebagai ibu kota Afdeeling Padangsche Bovenlanden dan Onderafdeeling Oud Agam.
Pada masa pendudukan Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian pemerintahan militernya untuk kawasan Sumatera, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand. Kota ini menjadi tempat kedudukan komandan militer ke-25 Kempetai, di bawah pimpinan Mayor Jenderal Hirano Toyoji. Kemudian kota ini berganti nama dari Stadsgemeente Fort de Kock menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan nagari-nagari sekitarnya seperti Sianok Anam Suku, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba, dan Bukit Batabuah. Sekarang nagari-nagari tersebut masuk ke dalam wilayah Kabupaten Agam.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Bukittinggi ditetapkan sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera, dengan gubernurnya Mr. Teuku Muhammad Hasan. Kemudian Bukittinggi juga ditetapkan sebagai wilayah pemerintahan kota berdasarkan Ketetapan Gubernur Provinsi Sumatera Nomor 391 tanggal 9 Juni 1947.
Pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Kota Bukitinggi berperan sebagai kota perjuangan, ketika pada tanggal 19 Desember 1948 kota ini ditunjuk sebagai Ibu Kota Negara Indonesia setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Di kemudian hari, peristiwa ini ditetapkan sebagai Hari Bela Negara, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 18 Desember 2006.
Selanjutnya Kota Bukittinggi menjadi kota besar berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom kota besar dalam lingkungan daerah Provinsi Sumatera Tengah masa itu, yang meliputi wilayah Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Riau, dan Kepulauan Riau sekarang.
Dalam rangka perluasan wilayah kota, pada tahun 1999 pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1999 yang isinya menggabungkan nagari-nagari di sekitar Bukittinggi ke dalam wilayah kota. Nagari-nagari tersebut yaitu Cingkariang, Gaduik, Sianok Anam Suku, Guguak Tabek Sarojo, Ampang Gadang, Ladang Laweh, Pakan Sinayan, Kubang Putiah, Pasia, Kapau, Batu Taba, dan Koto Gadang. Namun, sebagian masyarakat di nagari-nagari tersebut menolak untuk bergabung dengan Bukittinggi sehingga, peraturan tersebut hingga saat ini belum dapat dilaksanakan.

Kamis, 12 Juni 2014

Wali Nagari Pakan Sinayan Dilantik

Bupati Agam Indra Catri Lantik HS. Dt Kayo Nan Kuniang sebagai Wali Nagari Pakan Sinayan, Kecamatan Banuhampu periode 2014 – 2020, Minggu (8/6) di Aula Kantor Wali Nagari setempat. Atas pelantikan itu, HS. Dt Kayo Nan Kuniang sudah dua kali berturut – turut memimpin Nagari tersebut.

Dengan tinggi  jiwa kemasyarakatan nya, ratusan masyarakat serta perantau ikut berpartisipasi menghadiri pelantikan itu, datang juga perantau dari Pekanbaru.

Dalam kesempatan itu, tokoh masyarakat Nagari Pakan Sinayan Dr. H Zulfan Tajudin mengucapkan selamat atas di lantiknya HS. Dt Kayo Nan Kuniang sebagai wali nagari yang telah dua kali berturut- turut.

“Terpilihnya wali nagari ini, karena masyarakat sangat mempercayainya untuk kembali jadi pemimpin mereka, dan bisa melindunginya, serta bisa memberi kebanggaan bagi masyarakat”, kata nya.

Maka dari itu, jaga lah amanah yang telah di embankan masyarakat pada kita, jangan sampai di sia – siakan, sebab waktu enam tahun itu tidak sebentar untuk memimpin masyarakat, harapnya.

Nagari sangat berbeda dengan kabupaten atau Provinsi, kabupaten dan Provinsi itu ada edentitas politik partai atau koalisi partai, tapi di nagari juga ada edentitas politik, tapi tidak edentitas politik partai, tapi edentitas politik sosial, ujarnya.

Sementara Bupati Agam Indra Catri juga mengucapkan selamat atas di lantiknya wali nagari, dan mudah – mudahan bisa memberikan kepercayaan pada masyarakat yang telah mempercayainya untuk memimpin Nagari Pakan Sinayan.

“Selamat pada masyarakat, telah berhasil memilih wali nagari yang telah berjalan dengan lancar dan aman, mari kita pertahankan kondisi kondusif ini”, katanya.

“Karena telah berhasil memimpin Nagari Pakan Sinayan yang ke dua kali nya, maka berilah kebanggan, seperti melindungi masyarakat, dampingi masyarakat, dan jangan sampai ada anak – anak kita yang putus sekolah”, ujar Bupati.

Selanjutnya, selamat pada pelaksana tugas nagari Irdawati, SH yang telah berhasil dalam melaksanakan tugas, seperti pemilihan legislatif dan pemilihan wali nagari, ujarnya lagi.

Sumber ; Bagian Humas Setda Agam